Mulai akhir-akhir ini aku galakkan untuk menggunakan dua buah buku untuk pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia. Sebelumnya memang aku sudah meminta pada para muridku untuk memisahkan antara buku latihan dan PR, tetapi baru kali ini aku tegaskan untuk itu. Beberapa anak memang masih menggabungkan antara keduanya, tapi sekarang kutaktik, latihan dikumpulkan dan 'ditahan' beberapa hari sehingga mereka terpaksa harus menyediakan buku baru buat mengerjakan PR. Lumayan jitu ternyata, sekarang terpaksa mereka memisahkan buku untuk latihan dan PR itu.
Pekerjaan Rumah sebetulnya diberikan untuk memantapkan materi yang telah diterima di sekolah. Di rumah, siswa mengerjakan latihan lagi materi yang telah diberikan pada hari sebelumnya. Dengan demikian siswa akan mantap dalam materi pelajaran yang bersangkutan. Mulia sekali ya. Iya tujuannnya. Tapi pelaksanaannya? Hm.. butuh perjuangan keras.
Kenapa? Masih banyak ditemukan tulisan yang bukan tulisan anak di buku PR mereka. Sebagai guru, kami sudah biasa menghadapi banyak macam tulisan. Dan tulisan orang tua tentulah berbeda dengan tulisan anak. Tulisan orang tua datang ke sekolah dalam bentuk surat ijin kalau anak mereka berhalangan hadir di kelas. Tulisan anak .. ya itu yang biasa dihadapi di kelas. Sehingga jika guru menghadapi tulisan orang tua di sela-sela tulisan anak pastilah akan segera diketahui.
Hal yang mengherankan adalah mungkin disangka orang tua guru tidak akan menyadarinya. Tentu saja mereka salah. Akibatnya guru jadi marah pada siswa yang bersangkutan, atau menghukumnya. Tapi hal ini tidak membuat mereka jera. Lagi.. lagi.. dan lagi.. Cape deeh.. Plis dong para ortu, kalau mau membantu anak tersayang tolong cari cara lain. Menuliskan PR mereka cuma akan membuat anak manja dan tidak mandiri. Memangnya mau sampai tua anak tergantung terus pada orang tua? Terus, apa tega anaknya dimarahin terus sama gurunya gara-gara kenakalan orang tua? Bantulah anak supaya cepat mandiri, tidak tergantung pada orang tua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar