Minggu, 14 April 2013

Akal Sehat Dahlan Iskan oleh Joko Intarto (JTO)

Catatan seorang Murid Dahlan Iskan (yang pandai)

Buku yang menceritakan kerja keras seorang wartawan Jawa Pos yang digembleng oleh bosnya : Dahlan Iskan.
Seperti di ketahui sebelum menjabat direktur PLN dan jadi menteri Dahlan Iskan adalah direktur Jawa Pos, jaringan surat kabar yang menasional. Joko Intarto atau JTO menuliskan pengalamannya yang berkesan selama menjadi anak buahnya.

Dikisahkan dalam buku ini bagaimana Dahlan Iskan membesarkan koran Jawa Pos yang tadinya beroplah 6.000an menjadi jaringan media nasional. Misalnya pada  bab Desa Mengepung Kota. Koran nasional yang menyebar se Nusantara membuat Jawa Pos kemudian menerbitkan koran lokal dengan nama RADAR. Radar Bogor, Radar Pekalongn, Radar Cirebon dll sampai 52 koran. Semuanya masih ada dan tumbuh berkembang sampai sekarang.

Tips bisnis juga diberikan Dahlan Iskan dalam bab Tiga Bisnis yang Pantang Dimasuki. Menurut Dahlan, ada tiga bisnis yang beresiko tinggi kalau pelak bisnisnya tidak bisa mengerjakan sendiri. Restoran, penjahit, dan salon. Ada benarnya juga. JTO menceritakan bisnis basonya yang laku keras meredup setelah chefnya resign. Pengalamanku juga berlangganan ke seorang penjahit, yang tadinya kecil lalu makin besar dan makin besar. Tapi akhirnya kami berhenti menjahitkan baju kepadanya karena bukan dia sendiri yang menjahit baju kami, dan tidak enak dipakai. Salon juga begitu. Begitu kita masuk salon kita akan memilih kapster favorit kita kan? Jitu banget ya tips nya.



Dahlan Iskan juga tidak sayang menggunakan mobil pribadinya yang mewah untuk mengantarkan koran-koran ke agen. Diceritakan dalam bab Mercy Dahlan Jadi Angkutan Koran. Tidak tanggung-tanggung mobil itu penuh dengan koran mulai dari bagasi sampai kursi depan. Dia kemudian menyusul mobilnya dengan menumpang truk pengantar koran, dan mengejutkan loper di situ. Kalau ketahuan sedang leha-leha kan malu ya.

Masih banyak lagi keseruan, kejenakaan, keseriusan Dahlan Iskan disuguhkan dalam buku ini. JTO kemudian pensiun dini dan memilih jadi bos di perusahaannya sendiri mulai dua tahun yang lalu. Tapi kelihatannya kenangannya dengan Jawa Pos terutama Pak Dahlan Iskan masih banyak. Terus terang aku menunggu buku beliau tentang Pak Dahlan yang kedua ketiga dst. Semangat ya Pak Joko. DEMI INDONESIA!!

Jumat, 12 April 2013

Tak Critani CFD DAHLANIS Versiku yaaa...

Baru Sekali

Sejak bujak ada CFD di Bandung saya baru kali kemarin itu ke situ. Ya gara-gara DahlanIs pastinya kan. Katanya dulu enak sepi sekarang rame banget jadi orang2 pada malas kata anakku yang mbarep.  Yang jelas kalau rame berarti lebih banyak semangat ya daripada yang malasnya hehe... termasuk Panitia 7 yang sok-sokan mau ikutan CFD tanpaaaaaaa.... mengetahui seberapa jauh jarak perjalanan yang akan mereka tempuh dengan berjalan kaki. Hehe eniwey asyik punya lah ya.

"Tugas Negara" Dulu
Aku datang terlambat. Elmi menelepon ketika aku sedang membolak balik gorengan tahu di wajan. Dandan sih sudah lengkap, termasuk kaos kaki dan kerudung, tinggal masukkan kaki ke sepatu .. berangkat deh.. Tapi belum.. Mau melaksanakan tugas negara dulu Kasihan ini suami kalau belum digorengkan kesukaannya, Tahu. Karena cuma itu kesukaannya. Anak2 sih gampang, ada telur, naget, dll di kulkas tinggal mengeksekusi mana yang dimau.
Muchu-muchu dia begitu tau aku sedang nggoreng tahu. Orang sudah ditunggu malah enak-enakan katanya hahaha... Sudah begitu ngga dibawakan lagi ya Mbak Iif hehe.. keterlaluan memang :)

Tahu selesai, aku segera membujuk si Penyuka Tahu untuk mengantarkanku ke Wisma. Lho, masih ada acaranya toh, katanya. Masih, kataku lunak mengajuk, sekarang ke CFD di Dago. Sepanjang jalan aku ceritakan peristiwa kemarin, sampailah di persimpangan Cikapayang yang ada tulisan D A G O nya itu. Dari sini nih mulainya CFD sampai ke Simpang sana. Sumpah aku juga baru tau itu. Kukira sepuuuaanjaaang jalan Dago mulai dari bawah itu.

Seperti Tigo dan Oren
Mau di mana ini? katanya. Karena tidak hafal pitstopnya di mana aku memutuskan minta didrop di Wisma. Sampai di Wisma, sudah sepi. Tinggal grup Manado itu. Aku minta diantar mengejar rombongan yang lain. Mereka baru sampai di Jalan Diponegoro dekat perempatan Dago. Ketemu Roby yang langsung menyapa, eh Bunda. (tau2 punya anak laki2 nih hehe... kata anakku yang ke dua kaya Tigo kucing kami yang nemu Oren seekor kucing jalu heheh iya juga ya :) ...)

Menyusur jalan Dago lumayan juga, tapi tidak terasa karena sambil ngobrol, foto2, membagikan kalender dan stiker. Oya. Ada seorang biker yang bilang, ah stiker, aku pengen kaosnya Teh. Kubilang sekilas, Ini aja dulu Kang hehe... (mahal Kang kaos mah, batinku). Belum sampai pertigaan Ganesha tugas sudah selesai, tinggal lihat sana sini ya.

Setelah senam, cek darah. Aku mendapat kejutan, semua hasilku turuuuuunnn... tensi, kolesterol, dan kadar gula. Bilangannya masih di tempat yang harus diturunkan sih, tapi dibandingkan awal Maret itu prestasi yang lebih dari lumayan. Aku berjanji akan meneruskan pola dan kebiasaan selama sebulan lebih ini, syukur2 bisa lebih rendah dari yang kemarin.

Jam 10an Polisi membubarkan CFD. Pestanya bubar. Kami langsung turun ke arah Borromeus. Lihat jalan Hasanudin aku ingin belok kiri. Sekalian nostalgia. Meski tinggal di Bandung, jarang lewat jalan itu kan.

Lewat Jalan Alternatif-Taman Lansia-Ampera
Kutoleh DahlanIs yang lain, mengajak mereka belok kiri. Ada limaan yang mau mengikutiku. Eh kenapa cowo cakep semua ini yang ngikutin hehehe... (mau disebut namanya lupa euy... maklum koneksi wajah-nama ku memang lemot abis).  Aku lewatkan ke jalan yang lebih sedikit mobil (maunya, tapi mobil di mana2 ternyata). Belok ke Gasibu. Foto-foto di depan gedung sate, aku lewatkan ke Musium Pos Indonesia. Foto-foto di situ.

Habis dari Pos Indonesia itu Roby bilang, "Bund, katanya masakan Sunda banyak daun-daunannya, kok dari kemarin aku belum ketemu daun ya." Kebetulan dekat situ ada Ampera dan Panyileukan. Kuputuskan kita ke Ampera.

Menuju Ampera melewati sebuah taman.
"Taman apa ini Bund?"
"Oh Taman Lansia."
"Wadhuh aku belum lansia"
"oh iya lewat dalam saja kita foto2 di situ"
"Wah aku belum lansia, kawin aja belum"
"Aaah.. kita kan calon lansia... pada mau kan hidup sampai lansia"
"eh iya bener..."

Masuk taman lansia foto-foto dong. Ada jembatan yang lumayan fotogenik. Kufoto bujang-bujang dan mantan bujang yang keren-keren itu. Dari situ kami ke Ampera yang terletak di balik Mesjid Istiqomah.

Ada dua orang yang tidak makan. Roby yang ingin makan daun-daunan kelihatannya menikmati. Juga satu anak muda tuh .. bilang semuanya enak. Setelah beres makan dia.. (maaf) glege'en... "Wadhuh, barang glegek en bumbune kroso kabeh" katanya... Jijay ya hehe...

Habis dari situ kami jalan lagi ke Wisma yang sudah tinggal sedikit lagi. Di Wisma kami istirahat dan ngobrol-ngobrol. Baru dapet ngantuk sudah ada pemberitahuan. "Penutupan, hayu, pada kumpul di atas"

Acara penutupan diawali dengan pesan dan kesan. Aku ngacung dulu, sebelum hilang semua aspirasi hehe...
Aku menceritakan perubahan yang kurasakan setelah mengenal Pak Dahlan Iskan. Aku juga menceritakan adegan percakapanku dengan biker yang minta kaos tadi dan mengusulkan bagaimana kalau Dahlanis juga membuat kaos yang harganya lebih bisa dijangkau oleh lebih banyak kalangan. Kelihatannya semua mengapresiasi usulku. Pada mengangguk2 soalnya hehe....

Akhirnya ada acara pembagian doorprize atau hadiah pintu itu. Door= pintu, prize = hadiah , bukan? hehe bukan ya..
Doorprize diberikan pada yang memberikan usul paling bagus. Daariiiiiiiiiiiiiiiiii............ BANDUNG!!!
Hehe kebagian deh. Kenang-kenangan.  Yang jelas tugas berat sebagai DahlanIs sudah menanti. :D

Senin, 08 April 2013

Dahlan Iskan Mengubah Saya 1

Tidak Pernah Beli Buku



Dahlan Iskan sudah banyak mengubah saya. Sejak kecil saya suka sekali membaca tapi tidak pernah membeli buku. Apalagi novel, sekali tamat, ya habislah sudah.

Waktu kecil (SD) menjadi anggota sebuah perpustakaan saya meminjam buku setiap minggu 2-3 buku.  Judul bukunya sudah lupa, tapi di antaranya ada novel2 terkenal kelas dunia yang disajikan dalam 200 gambar, ada juga serial Sapta Siaga dan Lima Sekawan karya Bu Enid Blyton itu. Sampai buku di perpus itu habis tidak ada lagi yang bisa dipinjam, (mungkin karena harga bukunya mahal dan sewa buku kan murah jadi susah untuk beli lagi) akhirnya saya tidak kembali lagi ke situ.

Jaman SMA eh SPG ya, sekolah kami merupakan sekolah terpadu mulai dari TK, SD, SMP, SMA, dan SPG memiliki perpustakaan yang disebut Perpustakaan Pusat. Iya karena ada Perpus TK, Perpus SD, dll nya tapi ada Perpus Pusat. Di situ bukunya keren-keren. Serial karya Bu Enid Blyton ada lagi yang lain selain yang 2 itu. Saya habiskan.  Juga novel dari Marga T, V. Lestari, Mira W dll. Pokoknya semua pinjam. Sayang kalau beli. Sampai sudah tua ini. :)

Tampillah ke media seorang bernama Dahlan Iskan yang katanya hatinya diganti di Cina. Dalam acara TV beliau tampil menceritakan hatinya yang sudah ganti karena sudah kena kanker hati atau sirosis hepatis istilah kerennya. Dalam acara itu para hadirin dibagi buku Ganti Hati itu seorang satu.




Sirosis Hepatis





Kata Sirosis Hepatis  yang diceritakan Pa Dahlan Iskan sungguh memberikan kesan dalam bagi saya.
Pada tahun 1994 akhir Ibu mertua saya dikabarkan sakit sirosis hepatis. Sakit apa itu. Baru dengar. Biasanya orang sakit itu ya kanker, tumor, stroke, jantung, cuma sebegitu pengetahuan saya. Tiga bulan Ibu Mertua menderita sebelum akhirnya meninggal dunia karena sakit misterius itu. Beliau menghadapNya pada awal tahun 1995.



Lima tahun kemudian kami mendapat berita kakak ipar (kakak kandung suami) sakit akibat Hepatitis B. Itu beritanya. Beliau muntah darah di kamar mandi, lalu dibawa ke RS dan dirawat selama beberapa waktu. Dari situ Kakak bilang tidak boleh terlalu banyak bergerak, makan telur paling banyak seminggu 2 butir, minum sehari berapa ml dll.

Wah tidak boleh banyak minum? Sementara dulu Ibu selama tiga bulan terus terusan diinfus!! Sampai dari jahitan operasinya keluar air merembes. O pantesan....

Kakak sempat dianggap 'sembuh' dan bisa dinas luar kota lagi. Tapi dalam perjalanan kembali ke Jakarta dia kembali muntah darah. Dia langsung di bawa ke RS dan meninggal dunia pada tahun 2000.

Beli Buku Bajakan

Setelah ada buku Ganti Hati itu saya langsung ke pasar buku. Lho kok murah? 25rb aja? Wah terjangkau dong kalau segini, batinku. Pulang. Buku itu langsung dibawa habis. Dan di situ Dahlan Iskan menceritakan bahwa dia terkena Hepatitis B dan sudah berkembang menjadi kanker hati. Di buku itu menjelaskan kenapa tidak boleh minum air banyak-banyak, kenapa Kakak Alm. sampai muntah darah. Beribu oooo ternyata menjawab semua kepenasaranan kami tentang penyakit misterius itu. Sekarang tidak misterius lagi karena dalam buku Gati Hati dijelaskan secara gamblang dan jelas. Ada juga fotonya. Hitam putih bruwet. Gambar Ibu Nafsiah Dahlan yang 'ndeprok' di depan hati Pak Dahlan yang ditempatkan di sebuah wadah.

Buku itu saya gilirkan kepada teman-teman di sekolah. Buku itu membuat teman ingin ke Pasar Buku itu, saya juga mau beli lagi. Setelah Ganti Hati itu, tiba-tiba saya lapar terhadap segala sesuatu tentang Dahlan Iskan. Saya beli buku mengenai beliau lagi lagi dan lagi

Kunjungan kedua ke Pasar Buku saya beli Dahlan Juga Manusia karya mbak Ita Siti Nasyiah mantan anak buah Pak Dahlan. Harganya malah lebih murah lagi, 20rb perak?! Ckckck... Bukunya tipis lumayan tapi rasanya terlalu murah kalau harganya segitu.  Teman yang mau ikut beli buku kemudian cari buku Sepatu Dahlan. Ketemu. Harganya 65rb. Lho?! Kok?! Dengan diskon Sepatu Dahlan harganyajadi 51rb. Barulah saya menyadari arti bajakan dan asli. Dua buku yang murah itu bajakan :(

                                                        Sumber: sosbud.kompasiana.com
Buku bajakan itu kualitas kertasnya dan cetakannya parah payahnya. Jilidnya juga begitu. Buku Ganti Hati dengan Dahlan Juga Manusia dibaca beberapa teman bergantian, dan pulangnya jilidnya sudah pecah-pecah. Belakangan saya buka buku Ganti Hati di toko buku. Aduh! Itu foto Ibu Nafsiah sedang bersimpuh di depan hati Pak Dahla itu berwarna?! Kertasnya luks lagi! Kapok saya.... Setelahnya saya beli buku-buku tentang Pak Dahlan yang aslinya, di toko buku, yang diskon. Masih mahal dibandingkan buku bajakan, tapi tetap lebih murah.

Beli Buku Asli dan Ditandatangani oleh Penulisnya dan Tokoh Utamanya

Kemarin saya mendapat pengalaman baru. Fanpage Dahlan Iskan akan mengadakan kopi darat dan bedah buku. Saya lalu mendaftar dan hadir. Di sana ada launching dua buku tentang Pak Dahlan. Karya Joko Intarto wartawan Jawa Pos atau JTO, dan Wong nDeso itu Militan karya Misbahul Huda. Keduanya mengaku sebagai murid Pak Dahlan. Tentunya murid yang berhasil hehehe....

Bedah Buku
Buku itu dibeli oleh sebagian besar hadirin. Lalu kita berebut minta tanda tangan, dan minta foto bersama penulisnya. Bergantian kedua penulis menceritakan isi buku itu secara global. Ketika sedang Pak JTO sedang bicara, tiba-tiba ada berita Pak Dahlan sudah dalam perjalanan menuju lokasi kita di sini. Suasana langsung berubah. Hadirin berdiri. Pak Dahlan Iskan masuk diiringi tepukan Dahlanis dan yel-yel Demi Indonesia. Kejutan menyenangkan! Pak Dahlan berkeliling untuk menyalami semua hadirin!

Pak Dahlan Iskan sedang menyalami seluruh hadirin




Pak Dahlan kemudian menjawab pertanyaan yang diajukan. Tapi dia meminta pertanyaan yang personal bukan seperti yang ada di koran. Salah satunya ada yang bertanya, bagaimana cara Bapak mendidik anak Bapak? Pak Dahlan hanya nyengir lalu berkata: Maaf, yang mendidik anak saya itu istri saya.



Selama mendengarkan pertanyaan tangan Pak Dahlan tidak berhenti menandatangani buku-buku yang baru dibeli dan disodorkan kepadanya. Termasuk buku saya. Kemajuan kan? :D