Bring Back that Leroy Brown
Words and music by Freddie Mercury
Bring back bring back bring back that Leroy Brown Yeah!
Bring back bring back gotta ring that Leroy Brown Yeah!
Bet your bottom dollar bill you're a playboy Yeah Yeah!
Daddy cool with a ninety dollar smile (ooh Yeah)
Took my money out of gratitude
And he git right out of town
Well I gotta getty up steady up shoot him down
Gotta hit that latitude babe
Bring back bring back bring back that Leroy Brown Yeah!
Bring back bring back gotta ring that Leroy Brown Yeah!
Big bad Leroy Brown he got no common sense
No no he got no brains but he sure gotta lotta style
Can't stand no more in this here jail
I gotta rid myself of this sentence
Gotta get out of the heat step into the shade
Gotta get me there dead or alive babe
Wooh wooh big bad Leroy Wooh wooh wooh wooh
Big bad Leroy Brown
Bring back bring back bring back that Leroy Brown Yeah!
Bring back bring back gotta bring back Leroy Brown Yeah!
Big mama Lulu Belle she had a nervous breakdown
She had a nervous breakdown
Leroy's taken her honey chile away
But she met him down at the station Oohoo
Put a shotgun to his head and unless I be mistaken
This is what she said
Big bad big boy big bad Leroy Brown
I'm gonna get that cutie pie
Bring back bring back bring back that Leroy Brown Yeah!
Big bad caused a mighty fine sensation Yeah Yeah!
Gone and got himself elected President
We want Leroy for President
Next time you gotta hit a bitty baddy weather
This time like a shimmy shammy leather
He's a big boy bad boy Leroy
I don't care where you get him from
Bring that big bad Leroy back
Want him back
Minggu, 28 Februari 2010
Rabu, 17 Februari 2010
Not So Bad Afterall
Masih berkesan rasanya mengingat perjalanan anak kelas 5 naik KRD kemarin.
Katanya naik KRD rawan kejahatan, mungkin iya benar. Tapi bisa kita minimalisasi dengan sikap waspada dan awas. Katanya yang rawan kejahatan adalah pada saat naik dan turun, jadi kita musti ekstra waspada pada saat itu. Sejauh ini kami berhasil mengatasinya, mungkin karena waspada? Oh mungkin karena sedang beruntung saja ya... :D Alhamdulillah...
Anak2 bersikap seperti mereka sedang berada di kelas atau di tempat lain yang privat dan aman. Setelah mereka dapat duduk berseberangan, temannya menawari sesuatu, mereka langsung berdiri mengambilnya. Pada saat kembali lagi, bangkunya sudah diduduki orang .. ha ha ha... dan itu terjadi berkali-kali... gak peduli itu anak kecil yang kehilangan bangkunya.. orang dewasa cuek saja menempatinya, sementara si anak kecil bengong sambil berdiri.. Gitu deh Kids... angkat pantat hilang tempat...
Meski bau, meski bangku 'untung-untungan' perjalanan kemarin itu... nggak jelek2 amat
Katanya naik KRD rawan kejahatan, mungkin iya benar. Tapi bisa kita minimalisasi dengan sikap waspada dan awas. Katanya yang rawan kejahatan adalah pada saat naik dan turun, jadi kita musti ekstra waspada pada saat itu. Sejauh ini kami berhasil mengatasinya, mungkin karena waspada? Oh mungkin karena sedang beruntung saja ya... :D Alhamdulillah...
Anak2 bersikap seperti mereka sedang berada di kelas atau di tempat lain yang privat dan aman. Setelah mereka dapat duduk berseberangan, temannya menawari sesuatu, mereka langsung berdiri mengambilnya. Pada saat kembali lagi, bangkunya sudah diduduki orang .. ha ha ha... dan itu terjadi berkali-kali... gak peduli itu anak kecil yang kehilangan bangkunya.. orang dewasa cuek saja menempatinya, sementara si anak kecil bengong sambil berdiri.. Gitu deh Kids... angkat pantat hilang tempat...
Meski bau, meski bangku 'untung-untungan' perjalanan kemarin itu... nggak jelek2 amat
Selasa, 16 Februari 2010
Tugas Luar
Kadang aku merasa beruntung juga. Ada beberapa guru yang hanya melakukan tugas rutin gajar. Tapi aku tidak. Entah kenapa Kepala Sekolah (sudah berganti-ganti) senang menugaskan aku ke luar sekolah. Kadang dekat saja, seperti upacara di tingkat kecamatan, tingkat kota, tapi pernah juga ke luar kota (jarang sekali) misalnya ke Jakarta atau ke Garut
Tahun Pelajaran ini aku beruntung disuruh menghadiri workshop KTSP yang dilaksanakan di Garut. Aku berangkat dengan dua orang guru dan KS (tentunya).
Sampai di Garut aneh juga, karena yang disebut workshop itu dilaksanakan di sebuah obyek wisata. Penginapanya bagus sekali. Terlalu bagus malah. Kelihatannya mahal. Setiap ruangan ada kolam rendam. Baguslah pokoknya.
Lebih aneh lagi karena tempat kami menginap itu tidak punya meeting room. Akhirnya 80an lebih guru dijejalkan di sebuah ruangan yang sama sekali tidak memadai. Acara makan juga harus 'ngangin' karena dilaksanakan di udara terbuka. Dan, Cipanas adalah kaki gunung Guntur. Jadi angin besar bertiup siang malam. Beberapa guru yang sudah sepuh merasa harus mengundurkan diri lebih awal dan masuk kamar karena tidak tahan angin.
Produk dari workshop itu adalah KTSP untuk tahun ajaran yang akan berjalan. Namun karena kerjanya di udara terbuka, banyak yang menyerah, dan memilih melanjutkan pekerjaannya di sekolah dengan alasannya tidak tahan angin. Akhirnya dicapai kesepakatan KTSP harus dikumpulkan paling lambat seminggu dari pertemuan itu. KTSP sih terkumpul kemudian... tapi lama sesudahnya :)
Senin, 15 Februari 2010
Mengerjakan PR
Mulai akhir-akhir ini aku galakkan untuk menggunakan dua buah buku untuk pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia. Sebelumnya memang aku sudah meminta pada para muridku untuk memisahkan antara buku latihan dan PR, tetapi baru kali ini aku tegaskan untuk itu. Beberapa anak memang masih menggabungkan antara keduanya, tapi sekarang kutaktik, latihan dikumpulkan dan 'ditahan' beberapa hari sehingga mereka terpaksa harus menyediakan buku baru buat mengerjakan PR. Lumayan jitu ternyata, sekarang terpaksa mereka memisahkan buku untuk latihan dan PR itu.
Pekerjaan Rumah sebetulnya diberikan untuk memantapkan materi yang telah diterima di sekolah. Di rumah, siswa mengerjakan latihan lagi materi yang telah diberikan pada hari sebelumnya. Dengan demikian siswa akan mantap dalam materi pelajaran yang bersangkutan. Mulia sekali ya. Iya tujuannnya. Tapi pelaksanaannya? Hm.. butuh perjuangan keras.
Kenapa? Masih banyak ditemukan tulisan yang bukan tulisan anak di buku PR mereka. Sebagai guru, kami sudah biasa menghadapi banyak macam tulisan. Dan tulisan orang tua tentulah berbeda dengan tulisan anak. Tulisan orang tua datang ke sekolah dalam bentuk surat ijin kalau anak mereka berhalangan hadir di kelas. Tulisan anak .. ya itu yang biasa dihadapi di kelas. Sehingga jika guru menghadapi tulisan orang tua di sela-sela tulisan anak pastilah akan segera diketahui.
Hal yang mengherankan adalah mungkin disangka orang tua guru tidak akan menyadarinya. Tentu saja mereka salah. Akibatnya guru jadi marah pada siswa yang bersangkutan, atau menghukumnya. Tapi hal ini tidak membuat mereka jera. Lagi.. lagi.. dan lagi.. Cape deeh.. Plis dong para ortu, kalau mau membantu anak tersayang tolong cari cara lain. Menuliskan PR mereka cuma akan membuat anak manja dan tidak mandiri. Memangnya mau sampai tua anak tergantung terus pada orang tua? Terus, apa tega anaknya dimarahin terus sama gurunya gara-gara kenakalan orang tua? Bantulah anak supaya cepat mandiri, tidak tergantung pada orang tua.
Pekerjaan Rumah sebetulnya diberikan untuk memantapkan materi yang telah diterima di sekolah. Di rumah, siswa mengerjakan latihan lagi materi yang telah diberikan pada hari sebelumnya. Dengan demikian siswa akan mantap dalam materi pelajaran yang bersangkutan. Mulia sekali ya. Iya tujuannnya. Tapi pelaksanaannya? Hm.. butuh perjuangan keras.
Kenapa? Masih banyak ditemukan tulisan yang bukan tulisan anak di buku PR mereka. Sebagai guru, kami sudah biasa menghadapi banyak macam tulisan. Dan tulisan orang tua tentulah berbeda dengan tulisan anak. Tulisan orang tua datang ke sekolah dalam bentuk surat ijin kalau anak mereka berhalangan hadir di kelas. Tulisan anak .. ya itu yang biasa dihadapi di kelas. Sehingga jika guru menghadapi tulisan orang tua di sela-sela tulisan anak pastilah akan segera diketahui.
Hal yang mengherankan adalah mungkin disangka orang tua guru tidak akan menyadarinya. Tentu saja mereka salah. Akibatnya guru jadi marah pada siswa yang bersangkutan, atau menghukumnya. Tapi hal ini tidak membuat mereka jera. Lagi.. lagi.. dan lagi.. Cape deeh.. Plis dong para ortu, kalau mau membantu anak tersayang tolong cari cara lain. Menuliskan PR mereka cuma akan membuat anak manja dan tidak mandiri. Memangnya mau sampai tua anak tergantung terus pada orang tua? Terus, apa tega anaknya dimarahin terus sama gurunya gara-gara kenakalan orang tua? Bantulah anak supaya cepat mandiri, tidak tergantung pada orang tua.
Minggu, 14 Februari 2010
Naik KRD Cicalengka-Padalarang
Beberapa minggu yang lalu aku mengajak anak kelas 5 naik KRD. Mulanya tidak sengaja. Di kelas aku membuat puisi spontanitas tentang kereta api. Kemudian anak kuberi beberapa soal yang salah satunya berbunyi: tuliskan pengalamanmu naik kereta api. Mogok. Karena ternyata beberapa anak belum pernah naik kereta api sekalipun. Kemudian iseng-iseng kuajak mereka naik KRD dan mereka menyambut dengan antusias.
Aku bertanya dulu ke Kepala Sekolah tentang teknis naik KRD, karena beliau orang Cicalengka dan seringkali 'hilir mudik' naik KRD jurusan Cicalengka-Bandung.
Beliau memberi keterangan dan tips-tips naik KRD. Maklum, selain murah yang sering terdengar KRD katanya rawan kejahatan.
Aku kemudian melanjutkan 'promosi'ku ke anak kelas 5. Kuminta mereka membawa uang Rp10ribu termasuk ongkos naik angkot dari dan ke stasiun Bandung. Jajan dan bekal kira-kira sendiri. Siapapun boleh pergi dan tidak dipaksa. Kami bersepakat akan pergi di hari Minggu pukul 07.00.
Hari Minggu tiba. Aku tiba di sekolah sudah ada beberapa anak menunggu. Kusuruh mereka menghitung, "12 orang, Bu". Baik. Ayo berangkat! Kemudian kami naik angkot jurusan Lembang-Stasiun. Di angkot sambil ngobrol2 kutawarkan kepada anak2: bagaimana kalau kita ke Padalarang! Mereka antusias sekali. Jelas saja, kan ongkosnya murah 1000 ke Cicalengka, 1500 ke Padalarang, dan 1000 lagi ke Bandung. Murah kan?
Turun di stasiun utara aku kemudian membeli karcis di loket untuk mereka semua. Harganya cuma seribuan perorang! Aku beli 13 karcis ke Cicalengka. Kubayar Rp13.000 untuk 13 orang. Kurang? Oh ternyata anak yang pergi 13 orang jadi 14 denganku. Beli satu lagi. Kereta akan tiba kira-kira 5 menit lagi. Tiket kubagikan lalu Aku dan anak2 masuk ke dalam stasiun.
Sampai ke spur 3 ada kereta yang model kursinya seperti angkot. Oh ini, pikirku. Aku kemudian naik dan disusul anak2. Ada anak muda berjilbab tanya, "Bu, mau naik Patas?" Aku membatin, "wah salah naik nih." "oh bukan. Kami mau naik yang murah." kataku. katanya lagi "ini mah Patas Bu." Oh pantesan enak dan bersih. Tiketnya 5kali lipat dari KRD. Kamipun turun. Di bawah ada orang berseragam bertanya "Ibu mau naik KRD?" Kuiyakan dan dia menyuruh kami semua menunggu di sepur 2. Kereta hampir tiba. Sudah kelihatan lampunya di kejauhan. Aku merapikan ke 13 anak itu supaya jangan terlalu dekat ke rel. "Takut kena hidung" ancamku dijawab oleh senyuman mereka.
Kereta berhenti. Gelap. Penuh orang berdiri. Terbayang kata orang banyak penjahat di dalam. "Gimana masuknya?" Aku ngeri. Remang-remang kulihat ada bangku kosong di dalam. Segera pasukan kusuruh naik. Benar saja. Beberapa anak langsung dapat duduk. Ada juga yang berdiri. Aku? Ya berdiri dong! Aku menoleh ke arah mereka kuhitung. 13 orang. Selang sejenak, kereta berangkat. Katanya KRD akan berhenti di setiap stasiun.
Perhentian pertama: Cikudapateuh. Ada yang turun, ada yang naik. Anak2 lebih banyak yang duduk sekarang. Orang dewasa yang duduk di situ kok ya nggak tergerak ya melhat anak2 kecil berdiri sementara mereka enak2an duduk. Yah kids.. ini kan dunia yang sesungguhnya. Aku memperhatikan para penumpang. Ada yang memakai kaos, jaket hitam, ibu-ibu menor, ada yang duduk baca koran (ternyata nggak gelap2 amat, cukup terang buat baca koran), semua kulakukan karena aku waspada. Jangan sampai anak2 titipan ini jadi korban kejahatan. Semua kubisiki: jangan mengeluarkan HP! soalnya meski sudah dilarang bawa HP masih ada yang bandel. Tas taruh di depan, jangan digendong belakang. Anak2 mengangguk, dan aku mulai menghitung lagi... 13orang. Kereta berangkat lagi.
Orang2 mulai 'tertarik' melihat keributan anak2. Yah namanya juga anak2. Mereka berisik di mana2 kan? Mereka bertanya mau ke mana? Sama siapa? dan beberapa pertanyaan lain yang aku tidak jelas mendengar. Beberapa dari mereka menunjukku. Kuberi senyuman dan anggukan. Bapak-bapak yang duduk di depanku memberikan 'tips' naik KRD. Orang jahatnya biasanya ada di deket pintu. Nanti kalau turun hati2. Tunggu saja sampai kosong baru turun. Bapak itu kemudian bilang hendak turun di Kiara Condong. Kami bisa memakai bangkunya. Perhentian 2: Kiara Condong. Lebih banyak lagi anak yang duduk sekarang. Kuhitung mereka. 13 orang.
Lepas Kiara Condong anak2 mulai merasa 'at home'. Lutut mereka letakkan di kursi, dan badan menghadap .. jendela. Pemandangan mulai luarkota : sawah. Rupanya ada genangan air. Serempak mereka bilang "iihh... danaau..." hehe... "eh itu ada pulau di tengah danau" "eh ada rumah di tengah danau" ...hehe.. Aku hanya senyum sendiri melihat kelakuan mereka. Penumpang lain ada yang sukarela menjelaskan kalau itu banjir, ya banjir di tengah sawah dan perumahan...
Di dalam kereta banyak sekali orang jualan. Apa saja dijual di sini. Mulai yang 'dibutuhkan' dalam perjalanan seperti: makanan, ada tahu sumedang, lontong, jeruk, rambutan, kerupuk, permen, dan minuman. Tapi ada juga yang 'tidak' diperlukan dalam perjalanan seperti: VCD-DVD, jarum pentul, perdana SIM Card... kain pel (? tapi aku beli :) wong murah 10rb dapet 5 kainnya perca handuk katun), dan... silet! Aku melirik ke arah anak2. Mereka berbisik satu sama lain... buat apa ya jual jarum pentul kata mereka. Mereka mulai jajan ketika ada tahu sumedang lewat. Yah ... ala anak2 ... ada yang beli seribu atau dua ribu. Karena sudah mulai jajan, anak2 kemudian tidak terlalu konsentrasi lagi ke jalan sehingga stasiun Gede Bage, Ranca Ekek, Haur Pugur tidak terasa.. tahu-tahu sudah sampai Cicalengka.
Sampai di Stasiun Cicalengka aku merapikan duduk anak2. "Tunggu di sini. Ibu mau beli tiket. Ke Padalarang ya?" Mereka mengiyakan dengan ekspresi wajah bersemangat. Setelah kuhitung anak jumlahnya 13 orang, aku turun. Beli tiket. Setelah beli tiket aku langsung naik ke gerbong dan membagikannya kepada anak2. Tidak lama terdengar suara peluit. Kereta mulai bergerak meninggalkan Stasiun Cicalengka.
Ada yang menarik waktu kereta lewat kolong jalan tol. Kereta tiba2 gelap sebentar dan anak2 berteriak "whuiih.." Sekarang gerbong tidak terlalu penuh. Sehingga anak leluasa bergerak. Aku memperhatikan sekeliling. Kurasa aman. Anak2 kusuruh membuka bekal yang mereka bawa dari rumah. Kelihatannya tidak smua bawa bekal. Ada yang membuka bekal, kemudian diserbu oleh teman-temannya. Begitu bergantian. Waktu ada penjual rambutan lewat, aku beli, dan segera diserbu oleh anak2. Seru, lucu, dan menyenangkan.
Sempat juga aku tertidur sedikit. Antara Gdebage dan Kiara Condong. Sambil memperhatikan anak2 aku agak terlelap sebentar. Sampai tiba2 ada anak yang berteriak "wah, udah sampai Stasiun Bandung!!" Aku terjaga dan memperhatikan situasi. Ternyata Stasiun Kiara Condong. Di sini ada beberapa orang naik bawa rombong besar kosong. Mungkin bekas membawa hasil pertanian atau kebun. Mereka berbisik-bisik dalam Bahasa Sunda, "gimana kalau ketahuan" Rupanya mereka sedang menerapkan syair lagu Naik Kereta Api. Naik Kereta Api tututut.. Siapa hendak turut... Ke Bandung-Surabaya .. "bolehlah naik dengan percuma"... wah jadi boleh naik kereta api dengan percuma... pantesan PT KAI sering mengeluh rugi terus... wong banyak yang "naik dengan percuma"
Tapi setelah hampir sampai aku tertarik juga buat tanya-tanya sama mereka. Ternyata mereka itu bersaudara. Habis menjual pisang di pasar Kosambi dan Kiara Condong, dan sekarang mau pulang ke Padalarang. Hm.. aku jadi ingat curigaku sepanjang jalang tadi. Aku menasihati diri sendiri. Jangan suudzon. Tetap baik sangka. Tetap waspada.
Kereta lewat Stasiun Bandung, Ciroyom, Cimindi dan beberapa stasiun lagi. Anak2 kembali meletakkan lutut mereka di bangku dan badan menghadap jendela.
Sampai di Stasiun Padalarang, anak2 minta ijin ke toilet. Kuijinkan sambil aku juga beli tiket di loket. Setelah beli tiket, kubagikan, kami foto-foto sebentar, lalu naik lagi ke atas kereta. Sekarang pindah gerbong agak ke tengah. Di sini agak ramai. Anak2 terpisah menjadi beberapa kelompok. Aku menoleh ke kiri dan ke kanan. Menghitung. Lima, empat, empat, tigabelas. Lengkap.
Aku mencari kemungkinan kalau-kalau kita bisa berheti di Stasiun Ciroyom. Aku tanya ke sebelahku. Aku kuatir terlewat begitu saja Ciroyom. Dia bilang "Bu, nanti kalau bau, berarti kita ada di Ciroyom." Setelah melewati beberapa stasiun salah satunya bernama Gado Bangkong. Nama yang aneh batinku. Gado=dagu, bangkong=katak/kodok. Sejak kapan kodok punya dagu ^.^. Ah sudahlah...
Ternyata benar. Sampai di Stasiun Ciroyom. Baunya bukan main. Seolah kita berada di Tempat Pelelangan Ikan di tepi pantai. Jauh dari hawa Bandung. Anak2 turun dari kereta, aku terakhir. Cepat-cepat kami berjalan meninggalkan Stasiun Ciroyom... Baunya itu lho tak tahan... Kemudian kami naik angkot Ciroyom-Sarijadi. Anak-anak turun di Gegerkalong Hilir dan aku di Cibogo Sarijadi.
Capai dan senang bercampur jadi satu.
Langganan:
Postingan (Atom)