Sebentar lagi siswa-siswi SD akan menjalani Ujian Akhir Sekolah. Ujian tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Beberapa tahun terakhir pemerintah seperti 'kehilangan arah' dengan tiadanya ujian negara di tingkat SD setelah EBTANAS dihapuskan. Kehilangan arah karena lulusan SD harus melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya yaitu SMP/SLTP sementara standar EBTANAS yang sudah puluhan tahun berlaku dihilangkan. Kemudian seleksi masuk SMP dilakukan dengan testing, dan UMP (Uji Mutu Pendidikan). Tahun ini pemerintah menetapkan harus lulus SD melalui Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional.
1. Kontradiktif
Bagi guru Ujian Negara adalah satu hal yang kontradiktif. Di satu fihak kurikulum yang sekarang sedang dikembangkan adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Sekolah bebas menentukan konten kurikulumnya sendiri seperti yang terjadi di perguruan tinggi. Tapi dengan adanya Ujian Negara ini kurikululum yang sudah dikembangkan di tingkat sekolah harus berusaha menyesuaikan diri dengan kurikulum tingkat nasional. Ujian Akhir Sekolah yang tahun lalu dibuat sendiri sesuai dengan konten lokal sekarang harus menebak-nebak apa isinya materi yang akan diujikan di tingkat nasional.
2. Kriteria Ketuntasan Minimal.
Siswa bisa lulus SD kalau memiliki nilai minimal tertentu yang ditentukan guru berdasarkan intensitas materi (kompleksitas), dukungan sarana dan prasarana termasuk kualitas guru, dan kualitas siswa yang bersangkutan (intake). Setelah dihitung-hitung siswa bisa lulus dengan nilai sekian. Siswa yang tidak mendapatkan nilai sekian tidak diperkenankan untuk lulus. KKM ini kemudian akan disosialisasikan kepada para siswa dan orang tuanya. Misalnya Sekolah A meluluskan siswanya yang memiliki nilai 4,5. Segenap elemen sekolah termasuk siswa dan orang tua mendapat sosialisasi nilai minimal ini. Siswa belajar agar nilainya minimai 4,5 untuk bisa lulus SD. Siswa yang nilainya lebih kecil dari itu tidak lulus.
Sekarang adalah sedang digiatkan program wajib belajar, siswa harus diberi insentif, daya tarik, agar mau melanjutkan sekolahnya minimal sampai tingkat SMP. Mengingat banyaknya angka putus sekolah sekarang ini maka sebaiknya kelulusan tingkat SD jangan dijadikan momok bagi para siswa. Karena dikhawatirkan akan mengurangi minat siswa untuk belajar. Siswa yang tidak memenuhi KKM diserahkan kepada kebijakan Dewan Guru. Dengan kata lain, nasib siswa yang tidak memenuhi KKM diserahkan kepada kebijakan guru. Masih ingat kan KKM yang sudah disosialisasikan tadi? Guru dengan pertimbangan wajib belajar tadi, akan meluluskan siswa meski tidak memenuhi KKM.
Lalu apa gunanya KKM dihitung dan dipublikasikan kalau akhirnya semua bermuara pada kebijakan guru seperti pada tahun sebelumnya? Apa tidak akan memalukan sekolah yang bersangkutan berikut gurunya? Siswa yang bersangkutan yang nilainya tidak memenuhi KKM? Sekarang sudah jaman transparansi. Siswa pasti bisa mengetahui nilai perolehan teman-temannya. Bagaimana mungkin siswa yang tidak lulus ujian bisa percaya diri menatap masa depannya kalau dia dihantui oleh pandangan teman-temannya yang mengetahui kalau dia lulus atas 'belas kasihan guru'? Bagaimana dengan tudingan masyarakat sekarang yang mengetahui siswa B tidak memenuhi KKM tapi kemudian diluluskan, menuduh guru disogok oleh orang tua? Diumumkannya KKM oleh sekolah hanya akan menjatuhkan wibawa guru di depan masyarakat. Percayalah. Lebih baik jika kelulusan ditentukan seperti tahun sebelumnya di mana standard kelulusan adalah rahasia sehingga guru bebas menentukan kelulusan siswa tanpa harus dihantui tudingan orang tua bahwa guru disogok dll.