Jumat, 17 Oktober 2014

Masha and The Bear : Spring for Bear

Misha mau ngedate ketahuan Masha. Dia aneh lihat Beruang rapi dan bawa kado. Masha terus minta isi kado itu : permen. "Jangan rebutan permen dengan bayi!" katanya. Misha luluh.
Satu demi satu sehingga habis. Misha ketemu si Betina, dia  kasih setangkai bunga warna putih.

Selagi berduaan Masha nyelip di tengah keduanya. Betina bertanya siapa anak ini yang dijawab Misha angkat bahu. Masha marah lihat Betina menggeram, dan membela sambil naik ke pangkuan Misha. Betina mbetutut dan buang muka.

Datang beruang jantan lagi bawa bunga merah seikat besar sambil jumpalitan. Betina senang dong lihat si Jantan yang begitu macho dan meninggalkan Misha. Masha bilang "Kita memang tidak berjodoh." Bilang "KITA" seolah dia terlibat di dalamnya he he he . . . .

Masha lalu menghibur Misha yang lalu berdua main dengan riang gembira.

Ketika ada bola yang melambung kejauhan dan Masha mengambilnya, dia lihat si Betina. Si Jantan Macho masih saja memamerkan otot nya dan Betina memandang dengan bosan. Dia lalu melihat ke arah Misha yang riang gembira berjalan menjauh dengan Masha. Hehehe enak mana :D
Polisi yang sedang istirahat juga senang nonton Masha

Rabu, 15 Oktober 2014

Sarijadi-Ciroyom Sepanjang Kecamatan-Belokan Jl. Pak Gatot Raya

Naik ojek, rencananya. Tapi di pangkalan itu tidak ada satupun tukang ojegnya. Semua narik, mengantarkan penumpang. Jadilah aku naik angkot. Sepi. Hanya aku penumpangnya. Angkot hijau itu harusnya ngetem di prapatan2 yang dilewati, tapi ngasin. Setiap prapatan sudah ada angkot hijau, yang sepi juga, dengan penumpang satu atau dua orang.

Sampai kecamatan antrian kendaraan sudah menunggu. Termasuk beberapa angkot hijau yang serute. Ada angkot hijau yang malas melewati kemacetan itu memilih balik lagi ke Sarijadi.

"Tuh, balik lagi Bang?" kataku ke Supir.
"Malas, bu macet begitu mah," katanya.
Aku sepakat. Perjalanan dari rumah ke sekolah sekarang makin berat saja. Jalanan yang tadinya sepi, berkat kesejahteraan yang meningkat, jadi makin banyak kendaraan. Baik roda empat apalagi roda dua.

Kami jadi mengobrol. Supir itu orang Batak, dia supir rute itu sejak 1985. Dulu jalannya masih sepi. Masih rawan. "Maghribpun orang sudah malas narik. Banyak begal," katanya. Lalu ada 10 sopir  yang bergantian jalan malam untuk tujuan ke Ciroyom. Mengantar-jemput orang belanja. "Semua orang Medan," dia bilang.
Oh, pantesan. Waktu itu aku dan tetangga pernah belanja malam ke Ciroyom. Pulangnya setiap penumpang dengan barang yang banyak itu diantarkan sampai ke depan rumah masing-masing. Waktu itu ada yang diantarkan ke KPAD, Ciwaruga masuk gang2 sempit. Menurunkan barang lalu pergi lagi. "Sebentar ya Teh," kata sopirnya. Pemandangan baru jadi kami hanya merasa seru saja. Rupanya kegiatan itu sudah puluhan tahun dilakukan.  

Dia jadi bercerita dulu suka dipalak. Kampungan, preman dulu, mah. Sebotol AO buat bertiga-berlima, mabuk bareng. Kalau orang lain kasih uang seratus-duaratus rupiah, saya kasih seribu. Cuman dua kali kasih uang segitu, selebihnya mereka malu. Jadi sungkan mau minta.  

"Sekarang masih ada yang mabuk begitu Bang?" tanyaku. Setahuku aku belum pernah menemukan adegan orang mabuk di angkot atau adegan pemalakan, selama 23 tahun tinggal di Sarijadi. Kesimpulanku, daerahku ini aman. "Mahal, Bu." katanya. Dia juga bilang sudah bebas alkohol dan rokok sejak tahun 2000an. Keren, bang, komenku. Sayang uangnya katanya. Oh... logis dan berakibat baik.  

Sekarang harganya 70ribuan, mending beli beras 7 kilo buat 3 hari. Haduh? 7kilogram 3 hari? Di rumahku 7kg bisa buat dua minggu! "Banyak bu yang makan di rumah" katanya.
Anak sembilan orang, ketambahan menantu dan cucu. Wah? Ada yang kuliah, di UPI. Bekalnya cuma 10ribu sehari. Nggak pernah jajan, kalau ada yang ngajak jajan dia bilang "saya puasa" padahal enggak. Ke mana2 jalan kaki. Mau kasih les ke Cipadung jalan kaki. Sampai ada orang Batak lagi yang meminjamkan motor untuk dipakai.  Dia baru lulus, katanya. Baru Desember nanti wisuda.

Macet juga maju kendaraannya. Meski pelan sampai juga ke belokan Jl. Pak Gatot Raya. Aku harus turun. Kami lalu saling mendoakan supaya anak-anak bisa berhasil dan bisa mengangkat derajat orang tua. "Terimakasih Bu" katanya. "Sama-sama Bang!"